Sabtu, 26 Januari 2013

Lingkungan Yang Kondusif Terhadap Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau lembaga pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam al-Qur’an secara eksplisit, akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya lingkungan pendidikan tersebut. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam pun, lingkungan pendidikan mendapat perhatian.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan pendidikan Islam, maka dalam makalah ini akan dibahas materi yang berjudul “Lingkungan Yang Kondusif Terhadap Pendidikan Islam”

BAB II
PEMBAHASAN
LINGKUNGAN YANG KONDUSIF TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM


1.      Pengertian Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkunagn ialah sesuatu yang berada diluar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya.[1]
Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika), bahwa lingkungan adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan, kecuali gen-gen. Sedangkan pendapat lain, bahwa di dalam lingkungan tidak hanya terdapat sejumlah factor pada suatu saat, melainkan terdapat pula factor-faktor yang lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku.[2] Tetapi secara actual hanya factor-faktor yang ada disekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Alam sekitar merupakan salah satu factor dari faktor-faktor pendidikan yang ada. Dengan demikian alam sekitar merupakan factor penting pula bagi pelaksanaan pendidikan. Namun demmikian factor alam sekitar jelas berbeda apabila dibandingkan dengan faktor pendidikan. Kedua faktor pendidikan ini diakui persamaannya yaitu keduanya mempunyai pengaruh kepada pertumbuhan, perkembangan dan tingkah laku anak. Disamping itu diakui pula ada perbedaannya. Pengaruh alam sekittar merupakan pengaruh belaka, tidak tersimpul unsure tanggung jawab didalamnya.
Anak didik akan untung apabila kebetulan mendapat pengaruh yang baik, sebaliknya anak didik akan rugi apabila kebetulan mendapat pengaruh yang kurang baik.[3]
Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggarakan pendidikan islam dengan  baik.[4]
Untuk itu bagi seorang pendidik diharuskan untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam mendidik anak didiknya, agar nantinya anak didik tidak berada dalam lingkungan yang kurang baik yang dapat mempengaruhi kepribadianya. Bahkan para ahli sosial berpendapat bahwa perbaikan lingkungan menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.[5]

2.      Macam Macam Lingkungan Dalam Pendidikan Islam
Menurut drs. Abdurrahman saleh ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan anak, yaitu:
a.       Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama
Lingkungan semacam ini ada kalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan adakalanya pula agak sedikit tahu tentang hal itu
b.      Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsafan batin: biasanya lingkungan demikian mengahasilkan anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara keturunan
c.       Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam kehidupan agama. Lingkungan ini memberikan motivasi (dorongan) yang kuat kepada anak  untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada. Apabila lingkungan ini ditunjang oleh pimpinan yang baik dan kesempatan yang memadai, maka kemungkinan besar hasilnya pun paling baik.

Dari uraian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Pengaruh lingkungan positif
b.      Pengaruh lingkunag negative
c.       Pengaruh netral
Pengaruh positif yaitu lingkunag yang memberikan dorongan atau motivasi dan ransangan kepada anak untuk menerima , memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran islam. Sedangkan pengaruh lingkungan negatif yaitu lingkungan yang menghalangi atau kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran islam.
Mengenai lingkungan netral adalah lingkunag yang tidak memberikan dorongan untuk meyakini atau mengamalkan agama, demikian pula tidak melarang atau menghalangi anak-anak untuk meyakini dan mengamalkan ajaran islam. Lingkunagn ini apatis, masa bodoh terhadap keberagamaan anak-anak. Lingkunag itu Nampak ada dalam kehidupan bermasyarakat.[6]
Kihajar Dewantara mengartikan lingkungan dengan makna yang lebih simple dan spesifik. Ia mangatakan  bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan berada dalam 3 pusat lembaga pendidikan yaitu:
1.      Lingkungan keluarga
  1. Lingkungan Sekolah
  2. Lingkungan Organisasi pemuda atau kemasyarakatan.[7]
Selanjutnya dibawah ini akan dibahas beberapa lembaga yang tumbuh didalam masyarakat serta mempunyai pengaruh luas bagi kehidupan agama anak.
a.      Keluarga
Diantara satuan pendidikan luar sekolah adalah keluarga yang berlangsung dirumah. Untuk ini perlu dibahas mengenai apa yang diamksud dengan keluarga dan rumah itu, secara literal keluarga adalah merupakan unit social terkecil yang terdiri dari orang yang berada dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya yang terdiri dari suami isteri. Sedangkan dalam arti normative, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut.[8]
Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
Artinya:  ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”  (At-Tahrim: 6)

Kalau orangtua tidak pandai mendidik dan memelihara anak, akhirnya anak tersebut terjerumus kelembah kenistaan, maka akibatnya baik kehidupan didunia apalagi diakhirat.
Keluarga yang ideal ialah keluarga yang mau memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Jika mereka mampu dan berkesempatan, maka mereka melakukan sendiri pendidikan agama ini. Tetapi apabila tidak mampu atau tidak berkesempatan, maka mereka datangkan guru agama untuk memberikan pelajaran privat kepada anak-anak mereka. Disamping itu mereka masih memberikan perhatian dan fasilitas-fasilitas lainyang diperlukan. Mereka merasa kecewa dan merasa berdosa kepada Tuhan apabila tidak memberikan perhatian pendidikan agama ini. Keluarga demikianlah yang melahirkan anak-anak taat menjalankan agama.
Selain dari ayah bundanya, keluarga-keluarga yang lain pun telah memegang peranan. Hubungan denga keluarga selain ibu bapak, membawa akibat-akibat baru terhadap anak-anak itu. Kasih sayang seperti yang ditrimanya dari ibu bapak, tidak akan diperolehnya dari keluarga-keluarga lain itu. Kasih sayang mereka itu, biasanya lepas dari soal-soal memanjakan si terdidik, sehingga tidak selalu keinginan si anak itu dipenuhi oleh mereka. Jika terjadi demikian, maka hal itu akan banyak membantu anak-anak kearah berdiri sendiri, dan mengenal lingkungannya dengan baik. Orang tua yang bijaksana akan member kesempatan secukupnuya kepada anak anaknya untuk bergaul dengan keluarga keluarganya itu, dengan tetangga tetangga yang terdekat dan sebagainya.[9]

b.      Sekolah
Sekolah adalahlembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orangtua menyerahkan tanggungjawabnya sebagian kepada lembaga sekolah ini. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran didalam keluarga.
Tugas guru dan pemimpin sekolah disamping memberikan ilmu pengetahuan pengetahuan, keterampilan dan juga mendidik anak beragama. Disinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik.
Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak tidaknya jangan bertentangan dengan  apa yang diberikan dalam keluarga.[10]
Disamping itu telah diakui oleh berbagai pihak tentang peran sekolah bagi pembentukan kepribadian anak sangat besar. Sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat dan sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya. Karena itu dapatlah dikatakan sekolah berpengaruh besar bagi jiwa dan keberagamaan anak. Lingkunag sekolah yang positif terhadap pendidikan islam yaitu lingkungan sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama ini. Apalagi kalau sekolah ini memberikan sarana dan prasaranayang memadai untuk penyelenggaraan pendidikan agama, maka dibuatkan pula tempat wudhu, tempat ibadah, diadakan buku buku ke islaman di dalam perpustakaan sekolah dan diberikan kesempatan yang luas untuk penyelenggaraan praktek-praktek ibadah dan peringatan hari-hari besar islam dan lain-lain. lingkungan sekolah demikian inilah yang mampu membina anak rajin beribadah. Berpandangan luas dan daya nalar kreatif.[11]

c.       Masyarakat
Lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari lepas dari asuhan keluarga dan berada diluar sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang naik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai nilai kesusilaan dan keagamaan didalam masyarakat.
Lembaga lembaga pendidikan yang ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pendidikan tersebut. Di dalam masyarakat terdapat beberapa lembaga atau perkumpulan atau organisasi seperti: organisasi pemuda (KNPI, karang Taruna), organisassi kesenian (sanggar tari, perkumpulan musik), pramuka, olahraga, keagamaan dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut membantu pendidikan dalam usaha membentuk pendidikan seperti: membentuk sikap, kesusilaan, dan menambah ilmu pengetahuan diluar sekolah dan keluarga.[12]
Organisasi-organisasi seperti tersebut di atas jika mendasarkan diri pada agama mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan keagamaan.
Tidak kalah pentingnya dengan Organisasi-organisasi tersebut di atas yaitu persekutuan hidup di dalam masyarakat yang memanifestasikan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari, kesemuanya itu ikut mempengaruhi keagamaan anak.
Perkumpulan dan persekutuan hidup masyarakat yang memberikan anak untuk hidup dan mempraktikkan ajaran islam rajin beramal, cinta damai, toleransi, dan toleransi, dan suka menyambung ukhuwah islamiyah, sebaliknya lingkungan yang tidak menghargai ajaran islam maka dapat menjadikan anak apatis atau masa bodoh kepada agama islam. Apalagi masyarakat yang membenci islam, maka akhirnya anaknya akan membenci kepada islam.[13]

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
Sementara sekolah atau madrasah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan Islam. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri.
Begitu pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan ajaran Islam. Dengan keterpaduan seperti itu, diharapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam komunitas masyarakat tersebut dapat ditegakkan sehingga terwujudlah masyarakat yang diberkahi dan tatanan masyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.




DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Wacana Ilmu.
H.M. Sutiyono, 2009, Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1, Jakarta: Rineka Cipta.
Nur uhbiyati, 2005, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, 1984, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: CV Yulina.
Sama’un Bakry, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Zakiah Darajat, dkk, 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara.


[1] Nur uhbiyati, ilmu pendidikan islam, (bandung:pustaka setia, 2005) h 209
[2] H.M. Sutiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1, (Jakarta: Rineka Cipta 2009), hlm. 298
[3] Nur uhbiyati, Op.Cit., h 209
[4]Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Wacana Ilmu, 1997), h. 111.
[5] Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), hlm. 65
[6] Nur uhbiyati, Op.Cit., h  210-211
[7]Sama’un Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka bani quraisy, 2005)  hlm.97
[8] Abuddinnata, Op.Cit, hal. 113
[9] Nur uhbiyati, Op.Cit., h. 212-213
[10] Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: CV Yulina, 1984) h. 176-177
[11] Nur uhbiyati, Op.Cit., h 214
[12] Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit., h 177-178
[13] Nur uhbiyati, Op.Cit., h 216-217

Makalah Sifat-Sifat Kurikulum PAI dan Pendekatan Pembelajaran Kur. PAI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menetukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pembelajaran dan alat evaluasi,
Maka dari itu dengan memahami kurikulum khususnya kurikulum PAI kita sebagai seorang guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kurikulum PAI


B.     Rumusan Masalah
Berdasarakan Latar Belakang Maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sifat-sifat kurikulum PAI ?
2.      Apa yang dimaksud Pendekatan ?
3.      Jelaskan Pendekatan-pendekatan pembelajaran Kurikulum PAI ?


BAB II
PEMBAHASAN



A.    Sifat – sifat Kurikulum PAI

Kurikulum pai mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang membedakan dengan kurikulum lain, hal tersebut tercermin dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang ciri-ciri tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Kurikulum PAI mempunyai dua sisi muatan
Dua sisi muatan dalam kurikulum PAI yang dimaksud adalah: (a) sisi muatan keagamaan berisi wahyu Ilahi dan sunah Rasul yang bersifat mutlak dan berada di luar jangkauan akal dan indera manusia (beyond of human’s mind and instinct).  Wahyu Allah swt dan sunah Rasul saw berfungsi memberikan petunjuk kepada manusia dalam upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Dan cara-cara mengadakan hubungan antar sesama makhluk Allah lainnya dan lingkungan hidupnya. (b) sisi muatan pengetahuan yang berisi  hal-hal yang dapat di usahakan manusia dalam bentuk pengalaman factual maupun pengalaman berfikir. Pengetahuan yang dimaksud ada kemungkinan hasil analisis dari wahyu ilahi atau sunah Rasul (tafsir) atau mungkin pula hasil analisis dari lingkungan alam sekitarnya.
Peranan kurikulum PAI dalam hal ini ialah mengupayakan agar kedua muatan diatas dapat lebih dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Kurikulum PAI bersifat memihak, tidak netral/moderat
Kurikulum PAI mempunyai garis yang jelas dan tegas (qath’I dan mutlak), jika dalam ajaran islam sesuatu tersebut ditetapkan sebagai wajib, maka semua umat islam berkewajiban untuk melaksanakannya, demikian pula sebaliknya, jika dalam ajaran islam menegaskan bahwa sesuatu itu haram dan harus ditinggalkan, maka semua kaum muslimin wajib meninggalkannya. Bagi orang yang melanggar kewajiban dan larangan yang telah digariskan dalam islam konsekwensinya ia akan mendapat sanksinya tidak didunia diakhirat sudah pasti.
Berbeda dengan kurikulum umum, ia bersifat netral atau moderat artinya tidak memihak, dengan demikiaan kurikulum tersebut diberikan kepada siswa terserah mereka, apakah pengetahuan yang diperolehnya mau diamalkan atau tidak hal ini didasarkan kepada untung dan rugi dan pertimbangan pribadi yang bersangkutan.

3.      Kurikulum PAI mengarahkan kepada pembentukan akhlak yang mulia
Ajaran islam yang bersumber wahyu ilahi sangat menekankan kepada umatnya agar mereka mempunyai akhlak yang mulia. Kriteria untuk menentukan apakah akhlak seseorang itu terpuji atau tercela ialah kriteria yang terdapat didalam ayat-ayat Al-Quran dan sunah Rasul. Kriteria dari dua sumber tersebut bersifat pasti dan permanen dan tidak berubah-ubah sampai kapanpun. Sementara kurikulum umum lebih bersifat atas pertimbangan akal pikiran.

4.      Kurikulum PAI bersifat fungsional terpakai sepanjang masa
Agama bagi seseorang dalam tingkatan status apapun, baik ia orang kaya, atau orang miskin, pejabat atau rakyat jelata, pada saat bagaimanapun saat gembira atau sedih, sehat atau sakit. Pengetahuan agama ini tetap aktual dan fungsional, terpakai dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak ada satu ajaran yang sekomplit dan selengkap ajaran islam, yaitu seorang muslim diatur oleh islam sejak dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi, dari hal-hal yang kecil masuk ke WC sampai kepada menjadi dan mengelola negara semua diatur dalam islam. Aturan-aturan tersebut 14 abad yang silam sampai sekarang dan yang akan datang akan tetap uptodate dan fungsional. Ajaran islam yang terkandung dalam kurikulum PAI berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Berbeda kurikulum pengetahuan lain yang bersifat nisbi dan relatif berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi tertentu. Tidak jarang kita menemukan teori-teori yang dianggap hebat dan menggemparkan dunia namun belakangan ini teori-teori tersebut tertolak. Bahkan ada sesuatu yang dianggap buruk pada masa lalu dianggap masalah biasa atau baik sekarang, atau sebaliknya.

5.      Materi kurikulum PAI sudah ada pada setiap peserta didik sejak dari rumah
Peserta didik yang tinggal dirumah bersama-sama dengan keluarganya sebenarnya secara langsung atau tidak langsung. Mereka sudah terisi pengetahuan agamanya, apa yang telah dimiliki peserta didik harus menjadi perhatian guru. Pengajaran kurikulum PAI  disekolah berfungsi mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik agar lebih berkembang secara optimal dan meluruskan pengetahuan peserta didik yang kurang tepat. Dengan demikian pengajaran agama di sekolah tidak memulai dari nol sama sekali. Tetapi karena peserta didik datangnya dari macam-macam keluarga yang pengetahuan, penghayatan, dan pengamalan agama bervariasi, maka guru harus dapat menyamakan persepsi mereka terlebih dahulu.

B.     Pendekatan – Pendekatan Pembelajaran Kurikulum PAI
Pendekatan merupakan terjemahan dari kata “approach” dalam bahasa Inggris diartikan dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke) dan way path dengan (arti jalan) dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.
H.M. Chabib Taha, mendefinisikan pendekatan adalah cara pemprosesan subjek atas objek untuk mencapai tujuan. Pendekatan juga bisa berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, dimana cara pandang itu adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas.
Lawson dalam konteks belajar, mendefinisikan pendekatan adalah segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifan keefisienan dalam proses pembelajaran materi tertentu.
Pendekatan merupakan cara pandang dan tindakan nyata yang dilakukan untuk memecahkan masalah belajar dan cara siswa belajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Pendekatan apapun yang digunakan dalam pembelajaran diharapkan dapat memberikan peran kepada siswa sebagai pusat perhatian dan kegiatan pembelajaran.
Tugas dan peran guru dalam pembentukan pola kegiatan pembelajaran dikelas bukan ditentukan oleh “apa yang akan dipelajari” siswa, melainkan “siswa bisa apa” setelah kegiatan pembelajaran. Karena itu, persoalannya adalah “kemampuan apa yang dimiliki siswa” dan “bagaimana merekayasa, menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa”.
Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi secara aktif dan efektif terhadap lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan yang diciptakan dalam kegiatan pembelajaran, baik sebagai sumber belajar yang direncanakan maupun tidak. Pendidikan islam, kendati pun dalam konteks ke-Indonesiaan merupakan sub-sistem, misi dan perannya tidak jauh berbeda dengan peran pendidikan nasional. Untuk menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien, suatu sistem pendidikan harus sehat dan terus bergerak sesuai dengan gerak perubahan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. 
Menurut Tolkhah, ada beberapa pendekatan yang perlu mendapat kajian lebih lanjut berkaitan dengan pembelajaran agama Islam, diantaranya: pertama, pendekatan psikologis, pendekatan ini perlu dipertimbangkan mengingat aspek psikologis manusia yang meliputi aspek rasional/intelektual, aspek emosional dan aspek ingatan.
Aspek rasional mendorong manusia untuk berfikir ciptaan Tuhan di langit maupun di bumi. Aspek emosional mendorong manusia merasakan adanya kekuasaan tertinggi yang ghaib sebagai pengendali jalannya alam dan kehidupan. Sedangkan aspek ingatan dan keinginan manusia didorong untuk difungsikan kedalam kegiatan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang diturunkan-Nya. Seluruh aspek dimensi manusia sejatinya dibangkitkan untuk dipergunakan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kedua, pendekatan sosio- cultural, suatu pendekatan yang melihat dimensi manusia tidak saja sebagai individu melainkan juga sebagai makhluk sosial budaya yang memiliki berbagai potensi yang signifikan bagi pengembangan masyarakat, dan juga mampu mengembangkan sistem budaya dan kebudayaan yang berguna bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya.
Dalam Pelaksanaan pembelajaran PAI digunakan berbagai pendekatan. Hal ini tergantung kepada berbagai hal. Seperti; Jenjang Pendidikan, tujuan, sifat materi, dan lingkungan pendidikan anak. Berdasarkan hal tersebut di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran kurikulum PAI adalah sebagai berikut:

1.      Pendekatan Pengalaman

Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Syaiful Bahri Djamarah menyatakan bahwa pengalaman yang dilalui seseorang adalah guru yang baik. Pengalaman merupakan guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga, belajar dari pengalaman adalah lebih baik dari sekedar bicara dan tidak pernah berbuat sama sekali.[1] Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman dapat bersifat mendidik, karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik. Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik jika pendidik tidak membawa peserta didik ke arah tujuan pendidikan akan tetapi ia menyelewengkan peserta didik dari tujuan itu, misalnya mengajar anak menjadi pencuri. Karena itu ciri-ciri pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak, kontinyu dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan juga sesamanya. Pepatah Arab mengatakan : “Ilmu tanpa diiringi dengan amal (pengalaman) bagaikan pohon tanpa buah”. Betapa tingginya nilai suatu pengalaman, maka disadari akan pentingnya pengalaman bagi perkembangan jiwa peserta didik sehingga dijadikanlah pengalaman itu sebagai suatu pendekatan.

2.      Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa difikirkan lagi.[2] Dalam hal ini guru menganjurkan kepada peserta didik agara selalu membiasakan kebiasaan-kebiasaan agama dalam kehidupan sehari-hari, misalnya : peserta didik dibiasakan mengucap salam kepada sesama muslim ketika mereka saling bertemu. Guru juga menganjurkan agar peserta didik melakukan amalan-amalan keagamaan yang harus mereka biasakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Guru juga harus bisa memberikan contoh kepada peserta didik agar pembiasaan ini bisa mereka laksanakan.

3.      Pendekatan Emosional

Pendekatan emosional ialah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri sesorang. Emosi berperan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Emosi tersebut berhubungan dengan masalah perasaan. Justru itulah pendekatan emosional dijadikan salah satu pendekatan dalam pendidikan Islam. Pendekatan emosional ini salah satu bentuk upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

4.      Pendekatan Rasional

Pendekatan rasional adalah suatu pendekatan mempergunakan akal, dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Pendekatan rasional ini suatu usaha memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dan perilaku yang buruk dalam kehidupan duniawi. Usaha maksimal bagi guru dalam pendekatan rasioanal adalah dengan memberikan peran akal dalam memahami dan menerima kebenaran agama.

5.      Pendekatan fungsional

Pengertian fungsional ialah usaha memberikan materi agama menekankan kepada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkatan perkembangannya. Ilmu agama yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik dalam kehidupan individu maupn dalam kehidupan sosial. Dengan agama anak-anak dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian, dengan pendekatan fungsional berarti anak dapat memanfaatkan ajaran dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat.





6.      Pendekatan Keteladanan

Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lainyangmencerminkan akhlak terpuji, maupaun yang melalui suguhanilustrasi kisah-kisah teladan.[3] Dalam hal ini guru menjadi teladan bagi peserti didik.

7.      Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak beberapa proses pendekatan.


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari Uraian di atas dapat disimpulkan sifat-sifat kurikulum PAI adalah sebagai berikut :
1.      Kurikulum PAI mempunyai dua sisi muatan.
2.      Kurikulum PAI bersifat memihak, tidak netral/moderat.
3.      Kurikulum PAI mengarahkan kepada pembentukan akhlak yang mulia.
4.      Kurikulum PAI bersifat fungsional terpakai sepanjang masa.
5.      Materi kurikulum PAI sudah ada pada setiap peserta didik sejak dari rumah.

Adapun pendekatan-pendekatan pembelajaran kurikulum PAI adalah sebagai Berikut :
1.      Pendekatan Pengalaman
2.      Pendekatan Pembiasaan
3.      Pendekatan Emosional
4.      Pendekatan Rasional
5.      Pendekatan Fungsional
6.      Pendekatan Keteladanan
7.      Pendekatan Terpadu

  
DAFTAR PUSTAKA
Bahri Djamarah, Syaiful dkk, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997
Nashih Ulwan, Abdullah. Pedoman Pendidikan anak dalam islam. Bandung: Asy-Syifa. 1981
Nasution, kurikulum dan pengajaran. Bandung: PT Bumi aksara,1989
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2008
Ramayulis, Pengantar Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1984



[1] Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia. 1994) h. 184
[2] Syaifu Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997). H. 70
[3] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan anak dalam islam. (Bandung: Asy-Syifa. 1981) h. 4